SELAMAT DATANG PARA PEJUANG ISLAM

Isu Terorisme

>> Selasa, 25 Agustus 2009

Setelah apa yang terjadi selama ini yang menyangkut "dunia Islam dan aksi terorisme "maka saya menyampaikan pesan-pesan berikut:

  • 1. Bahwa Dienul Islam berlepas diri dari semua ucapan dan perbuatan yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan terhadap kaum Muslimin, tanpa dosa yang mereka perbuat, baik mereka itu orang-orang sipil, militer, penguasa ataupun rakyat jelata.
  • 2. Bahwa membunuh kaum Muslimin ataupun orang-orang kafir mu'âhad di negeri Islam akan mengakibatkan terganggunya keamanan, menimbulkan rasa takut di hati orang-orang yang sudah merasa aman serta merusak rumah-rumah dan instalasi-instalasi. Ini semua diharamkan di dalam syariat Islam.
  • 3. Bahwa Dienul Islam berlepas diri dari tindakan membunuh atau menyakiti umat non Muslim yang berada di negeri Islam sebab hal itu sama dengan melanggar perjanjian yang sudah terjadi di antara mereka padahal kaum Muslimin diperintahkan agar menepati janji dan diharamkan bagi mereka melanggarnya.
  • 4. Bahwa Dienul Islam berlepas diri dari tindakan membunuh umat non Muslim di negeri mereka sebab di kalangan mereka terdapat anak-anak, orang-orang lemah dan kaum wanita yang tidak punya dosa dan Islam telah mengharamkan hal itu.
  • 5. Bahwa Dienul Islam berlepas diri dari ijtihad-ijtihad yang keliru dan tidak memiliki landasan ilmiah yang benar seperti pendapat orang yang mengatakan, "Kami melakukan ini terhadap orang-orang kafir sebagai balasan atas apa yang mereka lakukan terhadap kaum Muslimin; bila mereka bunuh anak-anak kita, maka kita bunuh pula anak-anak mereka, bila mereka bunuh wanita-wanita kita, maka kita bunuh pula wanita-wanita mereka." Tetapi, seluruh kaum Muslimin wajib mengambil tuntunan agama mereka dari Kitabullah, Sunnah RasulNya dan ijma' umat. Sedangkan orang-orang kafir tersebut bukanlah suri teladan bagi kaum Muslimin (di dalam tindakan keliru yang mereka buat-penj.) apalagi sebagai rujukan di dalam dien.
  • 6. Bahwa Dienul Islam berlepas diri dari cap 'kafir' secara serampangan terhadap pemerintah-pemerintah dan individu-individu tanpa mengetahui acuan-acuan pengkafiran, terpenuhinya persyaratannya serta tidak adanya penghalang-penghalangnya.
  • 7. Bahwa Dienul Islam berlepas diri dari perbuatan zhalim baik itu bersumber dari seorang Muslim atau non Muslim. Islam telah memerintahkan agar berlaku adil dan melarang berbuat zhalim sebagaimana dalam firmanNya, "Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (An-Nahl: 90).
  • 8. Setiap Muslim harus mengetahui bahwa banyak sekali kerusakan yang terkadang bertentangan dengan sebagian hal yang menurutnya memiliki kemaslahatan. Kemaslahatan ini atau kerusakan itu tidak akan jelas perkaranya kecuali melalui para ulama yang memiliki kapasitas keilmuan memadai dan pengalaman. Karena itu, kami menyampaikan nasehat agar merujuk dan bertanya kepada mereka. Dengan bertanya kepada mereka semua kerumitan yang timbul akan hilang dan semua perkara jadi jelas. Bukan rahasia lagi bahwa para ulama lah yang mengetahui petunjuk-petunjuk yang diarahkan oleh dalil-dalil, bagaimana menyinkronkan antaranya, menasakh (menghapus) dalil yang memang mengarah ke sana atau memberikan putusan bahwa sebagiannya janggal bilamana terjadi kontradiksi. Dan hal seperti ini hanya diketahui oleh para ulama dan terkadang bagi kebanyakan penuntut ilmu (pemula) masih samar.

Syaikhul Islam, Ibn Taimiyah rahimahullah berkata, "Hendaklah anda jeli dengan hakikat agama dan kajilah kemaslahatan-kemaslahatan agama dan kerusakan-kerusakan apa yang ditimbulkan oleh berbagai tindakan di mana anda mengetahui apa tingkatan ma'ruf dan apa tingkatan kemungkaran sehingga bisa mendahulukan yang paling penting darinya bila terjadi tumpang tindih. Sebab inilah hakikat agama yang dibawa para Rasul. Membedakan antara mana jenis ma'ruf dan munkar, mana dalil dan bukan dalil biasanya mudah. Sedangkan mengenai tingkatan ma'ruf dan mungkar serta tingkatan dalil di mana bila terjadi tumpang tindih harus didahulukan yang paling ma'ruf dari dua hal yang ma'ruf dan diingkari yang paling mungkar dari dua hal yang mungkar lalu menguatkan mana yang paling kuat dari dua dalil tersebut; maka semua ini adalah menjadi spesialisasi para ulama dalam agama ini." (Lihat, Iqtidhâ` ash-Shirâth al-Mustaqîm karya Ibn Taimiyah, Jld.II, h.622)

  • 9. Setiap Muslim wajib bertakwa kepada Allah Ta’ala, bertindak sebatas koridor hukum-hukumNya dan tidak terdorong oleh semangat berlebihan untuk membunuh manusia atau berbuat zhalim terhadap mereka sebab Allah Ta’ala telah memperingatkan kita akan akibat melampaui batas terhadap hukum-hukumNya dengan peringatan yang sangat keras di dalam firmanNya, "Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim." (al-Baqarah: 229)

Dan firmanNya, "Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri." (ath-Thalâq: 1).

Sebagaimana Nabi kita juga telah memperingatkan kita agar tidak berlaku zhalim di dalam sabdanya,

اِتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

"Takutlah akan perbuatan zhalim, sebab perbuatan zhalim itu adalah kegelapan di hari Kiamat." (HR. Muslim: 2578)

  • 10. Bahwa jalan yang benar di dalam menuntut ilmu syari'at adalah dengan cara talaqqi (mentransfer) dan mengambil langsung dari para ulama setelah mengetahui kapasitas keilmuan dan kewara'an mereka. Maka, adalah salah bila seorang penuntut ilmu mengambil ilmunya dari sosok-sosok yang tidak dikenal dan berasal dari negara-negara luar atau melalui jaringan internet dari sosok-sosok yang tidak ia kenal dan tidak ia ketahui tujuan mereka bahkan tidak ia ketahui apakah ia berbohong atau berdusta.

0 komentar:

AL QUR'AN

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP